Pages

Rabu, 16 Juni 2010

Allah Ghayatuna, menuntut ilmu dengan ikhlas
Oleh : Jumardi*

Wahai anak dengarlah madah
Menuntut ilmu janganlah lengah
Supaya kelak hidup tak susah
Kepada Allah mohonkan berkah

Wahai anak kekasih ayah
Cari olehmu ilmu berfaedah
Supaya jua tidak semenggah
Kepada Allah engkau berserah

Wahai ananda cahaya mata
Ilmu dituntut menjadi pelita
Supaya menjauh gelap gulita
Supaya kelak hidupmu bahagia

Begitulah Tenas Effendi mengajarkan kita dalam tunjuk ajar melayu. Mengajarkan bagaimana mencintai ilmu pengetahuan. Maka dengarlah madah, ia ingin memberi tahumu agar jangan lengah menuntut ilmu. “Menuntutlah, bukan mengoleksi ilmu”, kata K.H Rahmat Abdullah, melainkan kau harus pandai menjadikan amal, agar kelak hidupmu tidak sia-sia dengan menjadi susah. Kejarlah Allah, niscaya Allah akan mengejarmu lebih kencang lagi dari kejaranmu. Itulah tujuanmu, tempatmu memohon pertolongan dan berkah. Allah Ghayatuna adalah inti dari jerih payahmu hingga kau bermandi peluh menggapainya.
Wahai anak kekasih ayah, Ilmu Allah bertebaran di muka bumi ini. Tak mungkin sanggup engkau menggapainya ataupun sekedar menemukan semuanya. Apalagi nafsu di dirimu dengan ditambah musuh nyata yang berada di samping kanan dan kirimu, belakang dan depanmu, serta mengintip di bawah setiap langkah amalmu. Dialah Iblis musuh nyatamu, yang dinyatakan Allah dalam kitab pedomanmu, juga wasiat yang kau pegang dari Rasulmu, nabi Muhammad saw. Musuhmu itu akan selalu dekat dan mendekat denganmu sedekat desiran aliran darahmu. Maka dari itu, kepandaian memilih dalam pencarian merupakan sebuah keniscayaan bagimu. Ilmu dengan kepahaman dan landasan iman. Karena dengan kekhilafan yang telah membaku dalam dirimu memungkinkan engkau akan tersesat di tengah pencarianmu itu. Maka berhati-hatilah, carilah yang sesuai dengan hati nuranimu dengan tetap memohon kepada pembuat nuranimu. Ilmu yang bermanfaat atau berfaedah sungguh mudah ditemukan, tapi pemanfaatan dari manfaat itulah yang menjadi pembelok tujuanmu. Maka camkanlah kalimat ini “ Allah Ghayatuna”, Allahlah tujuan kita. Apapun amalnya.
Engkau pasti ingin hidup di akhirmu menjadi kehidupan yang membuat gigi geraham menaik, bibir terbuka, dan mulutmu menganga. Tapi tidak untuk waktu lama dan tidak semuanya, cukup kau menyunggingkan senyum kala itu. Senyuman yang menentramkan batinmu dari segala pencarian yang lelah kau lalui. Mungkin kau akan teringat gelapnya hutan-hutan rimba yang menyelimuti langkah. Kau mengharapkan pelita hatimu menyala dengan abadi, sehingga kau bisa tersenyum, berpadu pada tujuanmu, Allah ghayatuna.
Tapi kau juga jangan lupa, dan terus harus kau ingat bahwa senyum mu bukanlah akhir dari pencarianmu, dan kau mesti mencari lagi sampai pencarianmu lelah mencari tujuannya, sehingga kau dengan leluasa menunjuk tujuan mana yang kau inginkan, maka itu camkan kata-katamu bahwa Allah ghayatuna.
Engkau menyerahkan segalanya pada-Nya. Lelahmu, keluhmu, kesahmu, resahmu, peluhmu, demam mu, senyum mu, tawamu, dan jangan galakmu. Harta tidaklah memberatkan bagimu untuk kau korbankan dalam pencarianmu. Namun nampaknya kau sedikit enggan melepas jiwamu, karena nafsumu mengatakan “ kau tidak akan bisa lagi tersenyum jika kau lakukan itu, kau mati, tak berdaya membuka mulutmu untuk menampakkan gerahammu, bahkan serimu” . Tapi sebentar saja setelah itu, kau dapat mengalahkannya karena kau tahu orang yang terbunuh di jalan Allah itu tidaklah mati. Sehingga kau masih bisa tersenyum dan menyerahkan pencarianmu pada-Nya walaupun kau sudah menemukannya, tidak mencarinya lagi. Allah Ghayatuna, kau teringat itu.
Wahai ananda cahaya mata. Setelah kau benar-benar mantap dalam tujuanmu, ternyata budak-budak jahil itu tidak senang padamu. Dia mulai memasang perangkap yang lain, dia ingin membuat gelap pandanganmu, pandangan hatimu ( bashirah ). Entah berapa kali perangkap itu diperuntukkannya untukmu, namun, kau tetap teguh dalam pendirianmu, karena kau sudah tahu, kau sudah menemukannya, Allah ghayatuna, sehingga menguatkan keyakinanmu bahwa Allah memiliki cahaya yang tidak bisa dipadamkan oleh siapapun, termasuk budak-budak jahil itu. Karena Allah menghendakimu. Budak-budak jahil itu kalah lagi denganmu. Semua itu berkat ketulusanmu pada “Allah ghayatuna”.
Sekarang aku meyakini bahwa kau bebas dari tidak bisa tersenyum. Tersenyumlah sesukamu, kapan dan dimanapun kau mau. Karena kau belajar ilmu dengan ikhlas, hanya karena Rabb mu yang menjadikan kau bisa tersenyum tulus keimanan.
Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan
( QS. Al-Mujadilah : 11)
Aku bahagia dan tersenyum melihat derajatmu terangkat. Diangkat oleh yang maha tinggi pangakatnya. Allah Ghayatuna.

*jumardi
Ketua umum al-Fata al-Muntazhar
Fakultas Ushuluddin UIN SUSKA Riau

Harapan buat bulletin fata:
Allahamdulillah , rasa syukur tak terkira bisa membaca sendiri bulletin yang dibuat langsung oleh al-Fata al-Muntazhar ini. Banyak sekali hal yang mesti kita tuangkan dalam bentuk tulisan, tidak sibuk dengan suara lantang namun tak terkesan. Mudah-mudahan, walaupun ini hanyalah kerja-kerja kecil menurut yang tak memahami arti sebuah ketulusan kecil. Namun, saya yakin kerja-kerja kecil yang tulus inilah yang lebih disukai oleh Allah, dengan sarat berkelanjutan. Salut dengan al-Fata al-Muntazhar!!, semoga eksis kecil abadi menjadi kesuksesan yang besar. Keep your istiqamah, keep on jihad.Amin

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan dikomentari...insya Allah tak bayar sama sekali. Gartis!!!

Entri Populer