Pages

Rabu, 16 Juni 2010

Allah Ghayatuna, menuntut ilmu dengan ikhlas
Oleh : Jumardi*

Wahai anak dengarlah madah
Menuntut ilmu janganlah lengah
Supaya kelak hidup tak susah
Kepada Allah mohonkan berkah

Wahai anak kekasih ayah
Cari olehmu ilmu berfaedah
Supaya jua tidak semenggah
Kepada Allah engkau berserah

Wahai ananda cahaya mata
Ilmu dituntut menjadi pelita
Supaya menjauh gelap gulita
Supaya kelak hidupmu bahagia

Begitulah Tenas Effendi mengajarkan kita dalam tunjuk ajar melayu. Mengajarkan bagaimana mencintai ilmu pengetahuan. Maka dengarlah madah, ia ingin memberi tahumu agar jangan lengah menuntut ilmu. “Menuntutlah, bukan mengoleksi ilmu”, kata K.H Rahmat Abdullah, melainkan kau harus pandai menjadikan amal, agar kelak hidupmu tidak sia-sia dengan menjadi susah. Kejarlah Allah, niscaya Allah akan mengejarmu lebih kencang lagi dari kejaranmu. Itulah tujuanmu, tempatmu memohon pertolongan dan berkah. Allah Ghayatuna adalah inti dari jerih payahmu hingga kau bermandi peluh menggapainya.
Wahai anak kekasih ayah, Ilmu Allah bertebaran di muka bumi ini. Tak mungkin sanggup engkau menggapainya ataupun sekedar menemukan semuanya. Apalagi nafsu di dirimu dengan ditambah musuh nyata yang berada di samping kanan dan kirimu, belakang dan depanmu, serta mengintip di bawah setiap langkah amalmu. Dialah Iblis musuh nyatamu, yang dinyatakan Allah dalam kitab pedomanmu, juga wasiat yang kau pegang dari Rasulmu, nabi Muhammad saw. Musuhmu itu akan selalu dekat dan mendekat denganmu sedekat desiran aliran darahmu. Maka dari itu, kepandaian memilih dalam pencarian merupakan sebuah keniscayaan bagimu. Ilmu dengan kepahaman dan landasan iman. Karena dengan kekhilafan yang telah membaku dalam dirimu memungkinkan engkau akan tersesat di tengah pencarianmu itu. Maka berhati-hatilah, carilah yang sesuai dengan hati nuranimu dengan tetap memohon kepada pembuat nuranimu. Ilmu yang bermanfaat atau berfaedah sungguh mudah ditemukan, tapi pemanfaatan dari manfaat itulah yang menjadi pembelok tujuanmu. Maka camkanlah kalimat ini “ Allah Ghayatuna”, Allahlah tujuan kita. Apapun amalnya.
Engkau pasti ingin hidup di akhirmu menjadi kehidupan yang membuat gigi geraham menaik, bibir terbuka, dan mulutmu menganga. Tapi tidak untuk waktu lama dan tidak semuanya, cukup kau menyunggingkan senyum kala itu. Senyuman yang menentramkan batinmu dari segala pencarian yang lelah kau lalui. Mungkin kau akan teringat gelapnya hutan-hutan rimba yang menyelimuti langkah. Kau mengharapkan pelita hatimu menyala dengan abadi, sehingga kau bisa tersenyum, berpadu pada tujuanmu, Allah ghayatuna.
Tapi kau juga jangan lupa, dan terus harus kau ingat bahwa senyum mu bukanlah akhir dari pencarianmu, dan kau mesti mencari lagi sampai pencarianmu lelah mencari tujuannya, sehingga kau dengan leluasa menunjuk tujuan mana yang kau inginkan, maka itu camkan kata-katamu bahwa Allah ghayatuna.
Engkau menyerahkan segalanya pada-Nya. Lelahmu, keluhmu, kesahmu, resahmu, peluhmu, demam mu, senyum mu, tawamu, dan jangan galakmu. Harta tidaklah memberatkan bagimu untuk kau korbankan dalam pencarianmu. Namun nampaknya kau sedikit enggan melepas jiwamu, karena nafsumu mengatakan “ kau tidak akan bisa lagi tersenyum jika kau lakukan itu, kau mati, tak berdaya membuka mulutmu untuk menampakkan gerahammu, bahkan serimu” . Tapi sebentar saja setelah itu, kau dapat mengalahkannya karena kau tahu orang yang terbunuh di jalan Allah itu tidaklah mati. Sehingga kau masih bisa tersenyum dan menyerahkan pencarianmu pada-Nya walaupun kau sudah menemukannya, tidak mencarinya lagi. Allah Ghayatuna, kau teringat itu.
Wahai ananda cahaya mata. Setelah kau benar-benar mantap dalam tujuanmu, ternyata budak-budak jahil itu tidak senang padamu. Dia mulai memasang perangkap yang lain, dia ingin membuat gelap pandanganmu, pandangan hatimu ( bashirah ). Entah berapa kali perangkap itu diperuntukkannya untukmu, namun, kau tetap teguh dalam pendirianmu, karena kau sudah tahu, kau sudah menemukannya, Allah ghayatuna, sehingga menguatkan keyakinanmu bahwa Allah memiliki cahaya yang tidak bisa dipadamkan oleh siapapun, termasuk budak-budak jahil itu. Karena Allah menghendakimu. Budak-budak jahil itu kalah lagi denganmu. Semua itu berkat ketulusanmu pada “Allah ghayatuna”.
Sekarang aku meyakini bahwa kau bebas dari tidak bisa tersenyum. Tersenyumlah sesukamu, kapan dan dimanapun kau mau. Karena kau belajar ilmu dengan ikhlas, hanya karena Rabb mu yang menjadikan kau bisa tersenyum tulus keimanan.
Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan
( QS. Al-Mujadilah : 11)
Aku bahagia dan tersenyum melihat derajatmu terangkat. Diangkat oleh yang maha tinggi pangakatnya. Allah Ghayatuna.

*jumardi
Ketua umum al-Fata al-Muntazhar
Fakultas Ushuluddin UIN SUSKA Riau

Harapan buat bulletin fata:
Allahamdulillah , rasa syukur tak terkira bisa membaca sendiri bulletin yang dibuat langsung oleh al-Fata al-Muntazhar ini. Banyak sekali hal yang mesti kita tuangkan dalam bentuk tulisan, tidak sibuk dengan suara lantang namun tak terkesan. Mudah-mudahan, walaupun ini hanyalah kerja-kerja kecil menurut yang tak memahami arti sebuah ketulusan kecil. Namun, saya yakin kerja-kerja kecil yang tulus inilah yang lebih disukai oleh Allah, dengan sarat berkelanjutan. Salut dengan al-Fata al-Muntazhar!!, semoga eksis kecil abadi menjadi kesuksesan yang besar. Keep your istiqamah, keep on jihad.Amin
Hantu Kampus

Oleh: Jumardi


Siapa yang bertanggung jawab jika citra baik kampus ternodai?, apa yang mesti ditindaklanjuti jika sudah nyata siapa yang menodai?
Banyak cara—sebagaimana yang kita ketahui—oleh orang-orang yang berkeinginan dengan nafsunya, bisa kita bayangkan kalau dua keinginan bergabung menjadi satu—keinginan emosional dan nafsu dari keinginan emosional itu sendiri—tentulah akan menjadi parah jika diperkeruh oleh tergabungnya antara keinginan dengan nafsunya dengan keinginan dengan nafsu yang sama.
Inilah hantu kampus yang dikamsud, ketergabungan hawa nafsu yang tidak terkontrol, yang terorganisir secara sistematis, yang ironinya diperankan oleh orang yang kalah dalam pengontrolannya itu. Jadinya adalah, menjadi hantu, karena ia berdiam di kampus makanya menjadi hantu kampus.
Hantu kampus sangat ditakuti oleh orang yang menanam bibit keimanan yang sedikit, penjagaan yang minim, sehingga ia tumbuh sedikit dan yang sedikit itupun menjadi layu, sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk kebaikan, sehingga daripada tidak berguna dimanfaatkanlah untuk kebalikannya, kerusakan dan ulat-ulat penghancur. Tetapi, ia tidak mau dilecehkan dan diremehkan, maka ia berkeingginan menjadi super kejahatan, dan ia berkesimpulan bahwa super kejahatan itu adalah hantu, karena ia berdiam di kampus maka ia disebut hantu kampus.
Tapi hantu hanyalah hantu, oleh orang yang menanam bibit keimanan yang unggul dan banyak, penjagaan yang ketat, sehingga ia tumbuh lebih berkualitas, hantu hanyalah hantu, pupuk bagi mereka untuk menyuburkan tanamannya, maka ia diridhai dan di sukai banyak pembeli. Tanamanan yang unggul pastilah banyak memberikan manfaat dan bisa mengalahkan yang layu, sehingga yang unggul dan baik selalu dicari-cari dan yang layu, walaupun tetap dingat, tapi tetap menjadi pelecehan orang, sehingga semakin bertambah terkenal ia, maka semakin banyak pelecehan untuknya.
Tanaman yang unggul inilah yang menjadi malaikat, karena malaikat selalu unggul, karena ia diam di kampus, maka ia disebut malaikat kampus.
Karena hantu dan malaikat berdiam di tempat yang sama, yang satu tidak mau kalah, yang satunya selalu mengalahkan. Mereka akan tetap bertarung, walau yang kalah terus kalah, yang menang teus menang[]
BAB I
PENDAHULUAN


Tunjuk ajar adalah segala jenis petuah, petunjuk, nasihat, amanah, pengajaran, dan contoh teladan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dalam arti luas. Menurut orang tua-tua Melayu, “Tunjuk ajar melayu adalah segala petuah, amanah, suri teladan, dan nasihat yang membawa menusia ke jalan yang lurus dan diridhoi Allah, yang berkahnya menyelamatkan manusia dalam kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat” .
Bagi orang Melayu, tunjuk ajar harus mengandung nila-nilai luhur agama Islam dan juga sesuai dengan budaya dan norma-norma sosial yang dianut masyarakatnya. Orang tua-tua mengatakan “di dalam tunjuk ajar, agama memancar”, atau “di dalam tunjuk ajar Melayu, tersembunyi berbagai ilmu”.
Kandungan isi tunjuk ajar tidak dapat diukur atau ditakar, apalagi tunjuk ajar sendiri terus berkembang sejalan dengan kemajuan masyarakatnya. Hakikat isi tunjuk ajar tidaklah kaku dan tidak mati, tetapi terus hidup, terbuka, dan terus mengalir bagaikan gelombang air laut. Perubahan yang terus berlangsungdalam kehidupan masyarakat tidak menyebabkan kandungan isi tunjuk ajar “ketinggalan zaman”, karena nilai luhur yang terkandung di dalamnya bersifat abadi dan dapat dimanfaatkan di segala zaman. Jadi, kalau pun sekarang, misalnya, tunjuk ajar kurang diminati orang atau kurang berlanjut pewarisnya, bukan karena nila-nilai luhurnya tidak serasi dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu, dan perkembangan teknologi, tetapi karena orang kurang memahami hikmah dan makna yang terkandung di dalam tunjuk ajar. Pemahaman yang salah juga muncul karena mereka menganggap tunjuk ajar sebagai acuan yang kaku dan ketentuan tradisioanal yang “usang” yang bukan saja tidak serasi dengan perkembangan zaman, tetapi menjadi penghambat dalam perkembangan.

BAB II
BUTIR-BUTIR TUNJUK AJAR


Butir-butir tunjuk ajar yaitu kandungan isi tunjuk ajar yang dipilah-pilah ke dalam beberapa kategori untuk membantu penelaahannya secara terarah. Namun demikian, tidaklah berarti bahwa antara satu kategori tunjuk ajar dengan kategori lainnya tidak saling terkait, sebab hakikatnya tunjuk ajar tetaplah merupakan jalinan padu yang saling bersebati.
Yang menjadi inti dari tunjuk ajar bukanlah dilihat dari syairnya, melainkan hal yang tersiratlah yang menjadi intinya, bagaimana dengan membacanya kita dapat memahami hikmahnya untuk dijadikan acuan dalam menjalani hidup, tentunya juga tidak meninggalkan acuan pokok, yaitu al-Quran dan Hadits.

1. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Bagi orang Melayu, agama Islam adalah anutannya. Seluruh nilai budaya dan norma-norma sosial masyarakat wajib merujuk pada ajaran Islam dan dilarang keras bertelikai, apalagi menyalahinya. Karena, semua nilai budaya yang belum serasi dan belum sesuai dengan ajaran Islam harus “diluruskan” terlebih dahulu. Nilai yang tidak dapat diluruskan segera dibuang. Acuan ini menyebabkan Islam tidak dapat dipisahkan dari budaya, adat istiadat, maupun norma-norma sosial lainnya dalam kehidupan orang Melayu. Hal ini pula yang menjadi salah satu penyebab, mengapa orang di luar Islam yang menganut agama Islam disebut “masuk Melayu” dan sebaliknya. Bilaorang Melayu keluar dari agama Islam, tinggallah hak dan kewajibannya sebagai orang Melayu. Orang yang keluar dari Islam tidak lagi dianggap sebagai orang Melayu. Di dalam ungkpan adat dikatakan, “siapa meninggalkan syarak, maka ia meninggalkan Melayu, siapa memakai syarak, maka ia masuk Melayu” atau “bila tanggal syarak, maka gugurlah Melayunya”.
2. Ketaatan kepada Ibu dan Bapak
Ketaatan kepada Ibu dan Bapak yang disebut “mentaati orang tua” amat diutamakan dalam kehidupan orang Melayu. Orang tua-tua mengatakan, “siapa taat ke orang tuanya, di dunia selamat di akhirat pun mulia”. Sebaliknya, barang siapa durhaka kepada ibu dan bapak, bukan saja disumpahi oleh masyarakat, tetapi akan disiksa diakhirat kelak. Sebagaimana juga yang dikatakan Rasulullah bahwa keridhaan Allah tergantung keridhaan orang tua dan sebaliknya.
Sastra lisan Melayu amat banyak mengisahkan keburukan anak durhaka yang hidupnya berakhir dengan malapetaka dan kemalangan Sebaliknya, banyak pula dikisahkan kemuliaan anak yang berbakti kepada orang tuanya.

3. Ketaatan kepada Pemimpin
Ungkapan adat Melayu mengatakan:
bertuah rumah ada tuanya,
bertuah negeri ada pucuknya

elok kampung ada tuanya,
elok negeri ada rajanya
Ungkapan ini menunjukkan, bahwa dalam kehidupan manusia, baik di lingkungan kecil (rumah tangga) sampai kepada masyarakat luas, haruslah ada tuanya, yakni ada pemimpinnya. Tanpa pemimpin, kerukunan dan kedamaian di dalam rumah tangga atau masyarakat tidak akan terjamin. Tidak agama tanpa jamaah, tidak ada jamaah tanpa pemimpin, tidak ada pemimpin kecuali untuk ditaati. Karena untuk apa adanya pemimpin, kalau tidak ada ketaatan kepadanya. Dengan ketaatanlah segala program akan mudah dilaksanakan. Walaupun begitu, tidak mesti kita harus taklid, tanpa ada kritikan dan masukan. Kalau melihat pemimpin melenceng dari syarak yang dipercaya orang Melayu, maka lebih baiknya diberikan nasihat untuk mengingatkan dari kekhilapannya.
Dalam masyarkat Melayu pemimpin dikemukakan, “ditinggikan seranting, didahulukan selangkah”,Lazimnya diambil atau dipilih dari warga masyarakat yang memenuhi criteria tertentu. Orang inilah yang dijadikan ikutan, contoh, dan teladan yang lidahnya asin, pintanya Kabul, yang dianggap mampu mendatangkan kedamaian, ketertiban, dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Karena pemimpin adalah orang pilihan, berwibawa, memiliki berbagai kelebihan, sebagai contoh dan teladan, dan sebagainya, maka adat Melayu mewajibkan anggota masyarakatnya untuk mendukung dan membantunya sekuat daya masing-masing. Pendurhakaan kepada pemimpin sejati menjadi pantangan besar dan anggap mencorengkan orang di kening keluarga dan masyarakat. Di dalam ungkapan adat dikatakan, “siapa durhaka kepada pemimpinnya, aibnya tidak terbada-bada” atau “siapa mendurhakai yang dirajakannya, di sanalah tempat ia binasa”.
Acuan pantang mendurhakai ini ditujukan kepada pendurhakaan pemimpin yang terpuji, adil, dan benar, bukan terhadapa pemimpin yang zalim, menyalah, dan sebagainya. Hal ini tercermin dalam ungkapan, “raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah”. Jadi, pemimpin yang adil dan benar-benar sempurna wajib ditaati, sedangkan pemimpin yang zalim haruslah disanggah, dilawan, disingkirkan, atau setidak-tidaknya diberi peringatan dan teguran.

4. Persatuan dan Kesatuan, Gotong Royong, dan Tenggang Rasa
Sifat-sifat ini merupakan inti kepribadian yang diajarkan oleh orang tua-tua Melayu. Orang Melayu berprinsip bahwa pada hakikatnya manusia adalah bersaudara, bersahabat, dan berkasih sayang, maka tunjuk ajar yang berkaitan dengan persatuan dan kesatuan, gotong royong, dan bertenggang rasa senantiasa hidup dan diwariskan secara turun temurun. Mereka juga menegaskan, bahwa prinsip-prinsip tersebut akan mampu mewujudkan kedamaian di muka bumi ini.
5. Keadilan dan Kebenaran
Bagi orang Melayu keadilan dan kebenaran adalah kunci utama dalam menegakkan tuah dan menjaga marwah, mengangkat harkat dan martabat, serta ,mendirikan daulat dan kewibawaan. Hukum yang adil wajib ditegakkan demi terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera. Kebenaran wajib didirikan demi terlaksananya syarak dan sunnah, petuah dan amanh, ketentuan adat lembaga, dan sebagainya. Orang Melayu berani mati untuk membela kebenaran. Orang tua-tua menegaskan, “takut karena salah, berani karena benar”.

6. Keutamaan Menuntu Ilmu
Tunjuk ajar mengamanahkan agar ilmu yang dituntut hendaklah ilmu yang berfaedah dan sesuai menurut ajaran Islam, nilai adat, dan nilai luhur yang sudah ada dalam masyarakat. Orang tua-tua juga menegaskan bahwa ilmu pengetahuan harus bermanfaat bukan saja untuk kepentingan pribadi, tetapi harus juga bermanfaat bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara. Keutamaan ilmu tercermin dalam ungkapan, “sebaik-baik manusia banyak ilmunya, seburuk ,manusia yang buta keta” atau “mulia insane karena pengetahuan, hina orang ilmunya kurang”.

7. Ikhlas dan Rela Berkorban
Sifat ikhlas dan rela berkorban menjadi sifarang tua-tua mengatakan, bahwa dengan bersifat ikhlas, setiap pekerjaan akan menajdi amal saleh yang diridhoi Allah swt. Dengan sifat ikhlas dan rela berkorban, serta rasa kesetiakawanan sosial akan semakin tinggi, mengakar, dan kemudian membuahkan persaudaraan sejati.



8. Sifat Amanah
Skifat amanah, taat, setia, teguh pendirian, dan terpercaya amat dihormati orang Melayu. Orang tua-tua Melayu mengatakan, bahwa sifat amanah mencerminkan iman dan takwa, menunjukan sikap terpercaya, dan menunjukan tahu tanggung jawab, jujur, dan setia. Dalam ungkapan dikatakan, “ orang amanah membawa tuah,, “ orang amanah hidup bermarwa”, dan “ orang bermarwah dikasihi Allah”.Ungkapan lain menyebutkan, “ siapa hidup memegang amanah, dunia akhirat beroleh berkah”, dan “siapa hidup memegang amanah, kemana pergi tidakkan susah”.





















BAB III
TUNJUK AJAR MELAYU TURUT LANTUNKAN UIN SUSKA MADANI


Melihat dari butir-butir tunjuk ajar di atas, jika dihubungkan dengan kampus yang melantunkan dirinya sebagai kampus Islam madani, melihat dari visi UIN Suska (Mewujudkan Universitas Islam Negeri sebagai lembaga pendidikan tinggi utama yang mengembangkan ajaran Islam, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni secara integral di kawasan Asia Tenggara Tahun 2013) yang menginginkan kampus yang Islami madani, sangat berhubungan erat dengan seharusnya memahami dan menjadikan pembelajaran yang baik dari tunjuk ajar Melayu.
Kampus yang baik, yang hidup di negeri Melayu seharusnya menghidupkan tradisi dan acuan Kemelayuannya. Hidup yang dipenuhi dengan pengamalan ajaran Islam yang juga dilantunkan dalam tunjuk ajar Melayu.
Kampus yang madani adalah kampus yang mahasiswa, dosen, pegawai, dan pengurus-pengurusnya mengamalkan Islam dengan baik, bertakwa kepada Allah swt., berbakti kepada ibu dan bapak, ketaatan kepada pemimpin yang pemimpinnya adalah orang yang baik, memiliki rasa persatuan dan kesatuan, gotong royong, dan tenggang rasa yang tinggi, kepemimpinan yang menegakkan keadilan dan mendirikan kebenaran, memahami pentingnya menuntut ilmu dengan niat ikhlas sehingga memperoleh keutamaan ilmunya, ikhlas dalam segala aktifitasnya yang tercermin rasa rela berkorban demi kemajuan dan kejayaan Islam, serta dengan sifat amanah yang dapat menjalankan kepemimpinan yang dipercaya oleh bawahan dan mahasiswanya, sehingga ia dijadikan orang yang terpercaya.





BAB IV
PENUTUP

Orang tua-tua Melayu telah banyak mengajarkan kepada generasi-generasinya bagaimana memahami Islam secara kaffah, menyeluruh, tidak taklid, saling menghormati, dan saling menyayangi. Pengajarannya bisa dilihat dari tunjuk ajar Melayu yang banyak hikmah dan teladannya.
Tunjuk ajar Melayu bukan saja untuk orang Melayu, melainkan ia juga bisa dijadikan acuan sikap bagi siapapun yang menginginkan mengambil hikmahnya, bukan saja untuk menjadi bacaan, sastra indah, atau menunjukkan tradisi, adat, dan kebiasaan orang Melayu di negeri Melayu, melainkan ia bisa digunakan dalam sendi kehidupan dengan segala dinamikanya. Tunjuk ajar bisa dijadikan sebagai landasan hikmah menata diri, keluarga, masyarakat, dan Negara, terlebih lagi menata kampus. Jika tunjuk ajar ini di hayati dan diamalkan dalam setiap individu kampus, niscayalah cita-cita kampus Islami Madani yang dicanangkan akan mudah terwujud dengan kenyataan yang sebenarnya.
Selain tunjuk ajar, masih banyak lagi hal yang mesti dihayati dan dipahami maknanya dan hikmahnya, yaitu seperti gurindam duabelas, ikan terubuk, dan yang lainnya yang banyak mengajarkan tentang pengamalan ajaran Islam.
Di dalam gurindam duabelas misalnya, Raja Ali Haji mengajarkan bagaimana cara berIslam dan menjadi orang Islam yang baik. Seperti ungkapan syairnya dalam pasal pertama, “barang siapa tiada memegang agama, sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama”. Begitulah salah satu syairnya yang mengajarkan agar teguh memegang agama, Islam.
Atau di dalam Ikan terubuk karya Ulul Azmi, walaupun menceritakan tentang kisah ikan terubuk, tapi Ulul ternyata menunjukannya pada pemahaman agama yang sempurna dengan segala sendinya, kehidupan ini. Dengan ikan terubuknya Ulul ingin membuktikan bahwa orang Melayu juga memahami ilmu biologi, ilmu sejarah, Ilmu mantera-mantera, Ilmu politik, dan tentunya sangat kental dengan pemahaman agama Islam. Ia mengajarkan bahwa Islam adalah agama yang syumul, sempurna, komprehensif.
Begitulah hendaknya orang Melayu, yang hidup di negeri Melayu sekarang ini bersikap, bersifat, dan beramal. Baik untuk manusia secara umum, terlebih lagi orang Melayu yang lebih paham tentang dunianya sendiri. Mudah-mudahan negeri Melayu benar-benar menjadi negeri Melayu, yang setiap aktifitas orangnya tercerminkan dari ajarannya, ajaran Islam.


























DAFTAR PUSTAKA

Abu Faqih, Khozin. Haruskah Dakwah Merambah Kekuasaan. Jakarta : al-I’tishom, 2009.

Azmi, Ulul. Syair Ikan Terubuk. Yokyakarta : Balai kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, 2006.

Effendy, Tenas. Tunjuk Ajar Melayu. Yokyakarta : Balai kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, 2004.

Haji, Raja Ali. Gurindam Duabelas. Yokyakarta : Balai kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, 2004.

Ibrahim, Mahyudin. Nasehat 125 Ulama Besar. Jakarta : Darul Ulum Press, 1986.




















BIODATA PENULIS

Nama : Jumardi
NIM : 10832001861
Tempat tanggal lahir : Belantaraya, 07 Agustus 1988
Alamat : Jl. Merpati Sakti no. 11
Fakultas : Ushuluddin
Jurusan : Tafsir Hadits
Semester : IV
No Kontak : 085265569160
E-mail : uj_sthi@yahoo.co.id
Organisasi : al-Fata al-Muntazhar ( Ketua Umum)
Air Mata

Matanya sayu, menggenang banyu
Sayup-sayup rampai layu
Sesaat kemudian terjatuh
Mengaliri pipi yang mulai jenuh

Sesekali terdengar isak
Menambah dalam linangan
Semakin deras menderai
Mengenang cinta bercerai

Benci memuncak dalam kesedihan
Dia ingin sendiri
Menghabiskan siang dengan malam

Bertemu Riang

Kupulang bertemu riang
Mengeringi genangan banyuku
Di pelupuk mata sayu
Yang mengabarkan
Cuplikan senyumku
Diantara sedih hari
Yang menerbitkan matahari

Siang menerangi hari
Merampung sebuah jawaban
Yang tertutup gelap malam

Pada matahari bersinar
Aku katakan padanya
Aku telah bertemu riang
Sekarang lihatlah senyumku

Usikan Kelam

Siang di pinggir jalan
Bersama deruman mesin-mesin kendaraan
Tak henti juga mengusik
bersama kelam
Tapi, tidak bagiku siang ini
Aku tersenyum
Di muka jendela kamarku
Karena aku telah bertemu riang
Dan janjiku pada matahari
Senyum akan selalu ada


Waktu

Aku ingin mengejarmu
Lewat kaki yang ku punya
Namun, kau sudah sampai lebih duluan

Aku ingin mendahuluimu
lewat waktu yang ku punya
Namun, kau sudah dulu selesai

Aku ingin menggapaimu
Lewat tangan yang ku punya
Namun, kau lebih dulu menuliskannya

Lihat !

Lihatlah langit !
Sedari dulu hingga sekarang
Dia selalu tinggi

Lihatlah bumi !
Sedari dulu hingga sekarang
Dia tak pernah mau menginjakmu

Lihatlah dirimu !
Sedari dulu hingga sekarang
Masih juga membutuhkan penghidupan

Rasa syukur
Memang tak selalu
Bersemayam pada jiwa
Yang hidup yang dihidupakan


Jumardi
Komunitas ALINEA I
FLP Pekanbaru

Entri Populer